Tentang Barakah dalam Pernikahan

Kita telah membicarakan masalah barakah. Tetapi apakah yang dimaksud dengan barakah? Kita mulai dulu pembicaraan kita dengan orang yang membawa laknat dan orang yang membawa barakah. Kalau seorang yang suka membuat kerusakan ada di tengah kita, semua yang ada di situ bisa mendapatkan keburukannya. Adapun kalau seorang yang takwa hadir di tengah kita, kehadirannya mendatangkan barakah, seperti kata Al Qur’an, Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka barakah dari langit dan dari bumi… (QS 7: 96).

Untuk menggambarkan konsep laknat dan barakah ini, kata K.H. Jalaluddin Rakhmat, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membuat perbandingan mengenai orang yang bergaul dengan orang yang jahat dan dengan orang yang saleh. Kata Rasulullah, kalau Anda bergaul dengan orang saleh, Anda seperti bergaul dengan pedagang minyak wangi.

Walaupun Anda tidak kecipratan minyak wangi itu, Anda tetap tercium harum oleh orang-orang yang ada di sekitar Anda. Sementara itu, jika Anda bergaul dengan orang yang jahat, maka Anda seperti bergaul dengan pandai besi. Walaupun Anda tidak tercoreng arangnya, paling tidak Anda sesak nafas karena kepulan asapnya.

Sebuah pernikahan disebut barakah jika terjadinya akad mendatangkan kebaikan tidak hanya bagi kedua suami istri itu. Seperti minyak wangi, sekeliling pun ikut merasakan barakahnya. Pernikahan mendatangkan kemanfaatan bagi orang-orang sekitar, sekalipun tak langsung tampak.

Adakalanya orang baru merasakan wanginya setelah wewangian itu lewat. Seperti ketika ada truk yang mengangkut durian, kita baru mencium wanginya setelah truk berlalu beberapa meter. Adakalanya, orang merasakan kemanfaatan tetapi tidak tahu sumber wewangian yang dihirupnya.

Sebaliknya, pernikahan yang justru mendatangkan kerusakan, adakalanya baru terasa setelah lewat jauh. Kita merasakan bau yang menusuk, justru setelah motor yang mengangkut ikan asin agak basah telah lewat beberapa ratus meter dari hadapan kita.