53. Libatkan mad’u dalam pemecahan masalah
“..sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka…” (QS. 42 : 38).
Tips ini berguna untuk menumbuhkan sense of belonging (rasa memiliki) mad’u.
Biasanya, semakin awal seseorang terlibat dalam suatu masalah, semakin besar rasa tanggung jawabnya untuk memecahkan persoalan itu. Jika persoalan itu ada dalam organisasi, maka keterlibatan seseorang pada masalah akan membuat semakin besar rasa memilikinya terhadap organisasi. Sebaliknya, semakin tidak dilibatkan dalam masalah, semakin kurang tanggung jawab seseorang terhadap organisasi. Karena itu, agar mad’u bertanggung jawab terhadap masalah-masalah dakwah dan halaqah, libatkan ia sejak awal dalam pemecahan masalah. Misalnya, libatkan ia dalam membuat program halaqah, aturan sangsi halaqah, pendanaan halaqah, evaluasi halaqah, dan kegiatan amal jama’i (aktivitas bersama) lainnya.
Semakin sering Anda melibatkan mad’u pada masalah semakin besar rasa memilikinya terhadap halaqah. Namun, pelibatan masalah dapat dikecualikan untuk hal-hal yang termasuk amniyah atau kebijakan jama’ah. Untuk halaqah pemula, ebaiknya pelibatan masalah ini dilakukan berangsur-angsur. Hal itu disebabkan pemahaman mereka baru tumbuh. Jangan langung dilibatkan dalam masalah yang rumit, nanti mereka bisa stres dan trauma terhadap masalah di dalam halaqah.
54. Ajak mad’u dalam kegiatan Anda
“Murabbi harus mendidik binaannya agar memahami cara beramal jama’i atau tabiat amal dalam sebuah jama’ah serta tuntutan-tuntutan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, agar terjamim keselamatan dalam perjalanan, potensi tersatukan, dan produktifitas dapat ditingkatkan” (Musthafa Masyhur)
Cara lain agar sense of belonging mad’u semakin besar terhadap dakwah dan halaqah adalah melibatkan mereka pada kegiatan Anda. Sebagai murabbi, Anda tentu memiliki kegiatan dakwah dari struktur dakwah yang lebih tinggi. Anda tentu juga memiliki kegiatan atas inisiatif Anda sendiri. Nah…dalam kegiatan-kegiatan tersebut, jika memungkinkan, libatkan mad’u sesering mungkin. Cara ini, selain menumbuhkan rasa memiliki, juga akan menambah wawasan dan pengalaman mad’u. Selain itu juga mempererat hubungannya dengan Anda.
Sebagai murabbi, Anda perlu jeli membaca peluang mana kegiatan Anda yang dapat melibatkan mad’u. Memang, tidak semua kegiatan Anda dapat melibatkan mad’u. Kegiatan yang dapat melibatkan mad’u adalah kegiatan yang bukan termasuk amniyah, kegiatan yang memang dapat didelegasikan, kegiatan yang sesuai dengan kemampuan mad’u dan kegiatan yang membutuhkan kerjasama (mobilisasi).
Kadangkala murabbi tidak mau melibatkan mad’u karena alasan tidak enak menyuruh mad’u atau kuatir jika mad’u dilibatkan malah pekerjaan tersebut tidak akan beres. Kekuatiran ini harus ditepis, Anda perlu belajar berani menyuruh orang lain dan belajar mempercayai orang lain.
Namun perlu diingat, mengajak mad’u terlibat dalam kegiatan Anda bukan berarti memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi, tapi memanfaatkannya untuk kepentingan dakwah dan jama’ah.
55. Buat atribut bersama
“Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memanggil para sahabatnya dengan nama julukan mereka, untuk menghormati mereka dan menarik simpati hati mereka, dan memberikan julukan kepada orang yang tidak memilikinya, sehingga orang tersebut dikenal dengan nama yang diberikan beliau tersebut (Imam Al Ghazali).
Mengapa tim olahraga mempunyai seragam dan yel-yel khas? Tentu maksud mereka bukan untuk sok-sokan, tapi untuk membentuk semangat tim dan kekompakkan. Cara ini bisa Anda tiru untuk meningkatkan rasa memiliki mad’u terhadap halaqah. Buat atribut bersama untuk meningkatkan kebersamaan mad’u. Misalnya, dengan memberi nama halaqah, membuat kaos seragam bertuliskan nama halaqah, membuat stiker yang ada tulisan nama halaqah, membuat “lagu kebangsaan” sendiri, membuat nama julukan atau nama khas untuk setiap mad’u, dan lain-lain. Sebaiknya, atribut bersama tersebut dimusyawarahkan dengan mad’u, sehingga mereka merasa turut andil dalam membentuk kebersamaan kelompok.
56. Terbukalah terhadap ide-ide baru mad’u
“Murabbi harus membiasakan mereka untuk memberikan kontribusi, menyeru orang lain kepada Allah, dan menyampaikan berbagai pelajaran. Bahkan ia harus mengkader mereka untuk menjadi murabbi yang melakukan tugas seperti dia bagi binana-binaan yang baru” (Musthafa Masyhur).
Murabbi yang sukses juga murabbi yang terbuka terhadap ide-ide baru peserta.
Dengan membuka diri terhadap ide-ide baru, Anda bukan hanya terbantu dalam memecahkan berbagai masalah, tapi juga meningkatkan kreativitas mad’u. Selain itu, juga meningkatkan rasa memiliki mad’u terhadap halaqah, karena mereka merasa diperhatikan idenya oleh Anda.
Agar mad’u berlomba-lomba memberikan ide-ide barunya kepada Anda, Anda perlu menciptakan lingkungan halaqah yang demokratis. Lingkungan yang bebas mengemukan pendapat, mendorong prakarsa dan kritik, memberikan pujian daripada celaan, saling mempercayai, dan pengawasan yang wajar. Ide-ide yang kreatif tidak akan muncul dari lingkungan yang otoriter. Lingkungan yang lebih menonjolkan kecurigaan terhadap ide-ide baru, ketakutan akan tersaingi, keinginan untuk mendominasi, dan kebiasaan mencela pendapat yang berbeda.
Anda, sebagai murabbi, harus menjadi orang yang demokratis terlebih dahulu sebelum ingin menciptakan lingkungan yang domokratis. Tidak mungkin lingkungan yang demokratis lahir dari pemimpin yang otoriter.
57. Jangan biarkan ada mad’u yang terlalu mendominasi
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang kokoh” (QS. 61 : 4).
Mad’u yang terlalu mendominasi akan berakibat buruk bagi halaqah. Iklim kerjasama akan sulit terbentuk karena halaqah tergantung pada seseorang. Mad’u yang terlalu dominan juga bisa besar kepala dan sulit dikontrol. Sebagai murabbi, Anda yang harus dominan bukan mad’u. Sebab Andalah yang membina dan memimpin mereka.
Bagaimana cara mengatasi mad’u yang terlalu dominan? Anda perlu “merebut kekuasaan” darinya dengan cara elegan. Beri taujih kepada mad’u tentang pentingnya tidak tergantung pada salah seorang diantara mereka. Tunjuk mad’u yang tidak dominan untuk lebih sering mengkoordinir amal jama’i halaqah. Dekati mad’u yang terlalu dominan dan ajak ia untuk meningkatkan kerjasama halaqah dengan cara tidak mendominasi halaqah. Buat mekanisme halaqah yang mencegah dominasi seorang mad’u. Misalnya, menggilir kepengurusan halaqah (ketua, sekretaris, bendahara, dan lain-lain) atau tugas-tugas dalam halaqah (siapa yang jadi moderator, kultum, dan lain-lain), mengatur tata tertib berbicara dalam halaqah (contohnya, jika ingin berbicara harus terlebih dahulu izin dengan mengacungkan jari, setiap berbicara dibatasi waktunya, setiap peserta hanya mendapatkan giliran berbicara sebanyak satu atau dua kali, dan lain-lain).
58. Beri mad’u kesempatan untuk menyatakan kritik
“Sangat bermanfaat bila al akh murabbi memberi kesempatan kepada binaan untuk bertanya dan meminta penjelasan, meminta agar tiada seorang pun dari mereka menyimpan sesuatu yang mengganggu jiwanya tanpa berusaha meminta penjelasan tentangnya, dan memberi kesempatan pada mereka untuk bertanya empat mata bagi yang menghendaki, agar tiada rasa tidak enak” (Musthafa Masyhur).
Beri kesempatan kepada mad’u menyatakan kritik. Dengan memberikan kesempatan itu, mad’u akan belajar berani mengkritik, belajar tentang cara mengkritik, dan belajar juga untuk menyatakan pendapat. Semua itu penting untuk meningkatkan kepercayaan diri mad’u. Bagi Anda, kritik juga berguna untuk tidak salah dalam melangkah, membuat Anda belajar banyak tentang kebenaran, dan membuat Anda semakin peduli dengan pendapat orang lain. Juga melatih Anda bersikap lapang dada dan sabar. Semua itu berguna untuk membentuk pemimpin yang demokratis dan peduli terhadap pengikutnya.
Budaya kritik harus ditumbuhkan secara timbal balik dalam halaqah. Bukan hanya Anda yang berani mengkritik mad’u, tapi juga mad’u berani mengkritik murabbinya. Namun budaya kritik ini perlu dilakukan dalam suasana kasih saying, kebenaran dan kesabaran.
Seringkali budaya kritik ini padam dalam halaqah karena sikap murabbi yang otoriter, posesif, merasa diri paling benar dan cepat tersinggung jika dikritik.
Akhirnya, mad’u jadi enggan mengkritik murabbinya. Apa akibatnya? Akibatnya, mad’u menjadi orang yang tidak percaya diri mengkritik dan menyampaikan pendapat. Murabbi juga menjadi tidak tahu diri. Tidak tahu apakah dirinya benar atau salah dalam membina mad’unya. Tidak tahu apakah dirinya peduli atau tidak dengan orang lain. Juga tidak tahu apakah dirinya berada dalam kebenaran atau tidak. Ingat! Mad’u termasuk orang terdekat murabbi. Orang terdekat paling tepat untuk dijadikan penasehat dan “cermin” kita.
59. Lakukan acara makan bersama
“Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam suka memberikan makanan” (Imam Al Ghazali).
Apa hubungannya acara makan bersama dengan tips murabbi sukses? Tentu ada.
Dengan membiasakan makan bersama mad’u (misalnya sebelum acara halaqah), Anda menjalin ukhuwah yang lebih akrab. Inilah salah satu cara Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menjalin ukhuwah dengan para sahabatnya, seperti yang dapat Anda baca dalam sirah Nabi (sejarah kehidupan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam).
Lebih baik lagi jika acara makan bersama ini dilakukan pada satu wadah, bukan pada piring terpisah, seperti yang dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama para sahabatnya.
Acara makan bersama ini juga bisa diadakan di luar halaqah, seperti ketika mabit (menginap), rihlah (rekreasi) atau pergi bersama mad’u. Bisa juga dilakukan di rumah makan, jika repot memasaknya sendiri.
Mungkin kendalanya adalah biaya. Makan bersama membutuhkan biaya yang besar. Hal ini dapat “diakali’ dengan cara patungan atau menetapkan aturan tidak tertulis bahwa kalau makan bersama di rumah makan, bayarnya BS-BS (Bayar Sendiri), sehingga tidak memberatkan satu sama lain.