Satu Murid, Dua Guru
Syahdan. Di zaman dahulu kala, ada seorang Raja yang mempunyai seorang ahli sihir. Ketika ahli sihir merasa dirinya telah tua, menghadaplah ia kepada Raja, menerangkan bahwa sudah dekat ajal bagi dirinya. Dia meminta kepada Raja agar mencarikan seorang anak muda tempat dia akan menurunkan ilmu sihirnya. Rajapun mengabulkan permintaannya dengan memberikan seorang anak muda pilihan.
Untuk menimba ilmu sihir, tiap hari si anak muda harus mendatangi rumah ahli sihir. Di antara rumah ahli sihir dan tempat tinggalnya, tinggallah seorang Alim yang ahli ibadah. Setiap kali lewat rumah Alim, dia senantiasa singgah berteduh. Di saat itulah ia banyak mendengarkan ajaran sang Alim yang menarik hatinya. Sampai-sampai ia selalu datang terlambat di rumah ahli sihir sehingga membuat ahli sihir marah dan memukulnya. Begitu pula ketika pulang, si anak muda senantiasa singgah di tempat si Alim untuk mendengarkan ajarannya, sehingga ia terlambat sampai ke rumah, dan orang tuanyapun menjadi marah.
Mendengar hal itu si Alim mengajarkan kepada anak muda suatu jawaban; kalau ditanya ahli sihir mengapa terlambat, maka jawabnya, “Saya terlambat karena terhambat turun dari rumah.” Kalau ditanya di rumah kenapa terlambat, maka jawabnya, “Guruku si tukang sihir menahan aku.” Maka sekarang ia dapat senantiasa mendengarkan ajaran sang Alim tanpa pernah lagi mendapat pukulan dan kemarahan.
Menguji Ajaran Sang Guru
Suatu hari terhambatlah orang-orang di jalan karena ada binatang buas. Orang-orang merasa sangat ketakutan. Tatkala si anak muda melintas di jalan itu, ia berkata, “Akan kuuji, manakah yang lebih bermanfaat. Ajaran tukang sihir atau ajaran si Alim” Lalu diambilnya sebuah batu dan diucapkannya, “Ya Allah, kalau ajaran si Alim itu yang benar di sisi Engkau daripada ajaran tukang sihir, maka binasakanlah binatang buas ini, agar orang-orang yang menggunakan jalan ini tidak lagi terhalang.”
Dilemparkannya batu itu sekuat mungkin, hingga mengenai binatang buas … dan tewaslah binatang itu ! Sesampai di hadapan si Alim, diceriterakanlah peristiwa yang baru saja dialaminya. “Wahai anak muda,” kata si Alim, “Engkau telah mencapai derajat yang lebih tinggi daripada yang aku capai! Tetapi aku peringatkan kepadamu, bahwa sebentar lagi kamu akan mendapat banyak cobaan. Maka apabila cobaan itu datang, janganlah kamu beritahukan hubungan antara kamu dengan aku!”
Anda masih ingat kisah anak muda di atas berikut kelanjutan kisahnya? Ya, itu adalah kisah Ghulam, seorang anak muda pembawa risalah iman yang dikader oleh dua orang guru sekaligus. Pada awalnya ia adalah anak muda polos yang tidak banyak mengerti rona kehidupan. Namun dari penampilan dirinya, tampak ia anak muda berbakat. Maka raja memilih dia untuk dikader oleh ahli sihir kerajaan.
Namun lihatlah, iapun menemukan sebuah tempat belajar lain. Seorang guru nan bijaksana, sang Alim yang mengajarkan risalah tauhid, melihat potensi pada diri Ghulam si anak muda. Pada titik interaksi yang terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama durasinya, sang Alim mampu memikat hati anak muda, sampai menimbulkan komitmen untuk senantiasa datang, kendatipun mendapatkan pukulan dari ahli sihir dan orang tuanya.
Daya Tarik Sang Guru
Dalam kaitan dengan mengawali proses tarbiyah, sang Alim dalam kisah di atas memiliki kemampuan yang luar biasa untuk merekrut dan mempengaruhi si anak muda. Dalam waktu pertemuan yang singkat, ia mampu memberikan daya tarik lebih kepada si anak muda. Terbukti, si anak muda selalu saja datang ke rumah si Alim. Pertentangan ilmu yang didapatkan dari ahli sihir dan sang Alim, mampu dia selesaikan dengan jalan yang sangat meyakinkan.
Ini adalah pelajaran yang sangart berharga bagi seluruh murabi, bahwa mutarbi anda bisa jadi juga memiliki “guru-guru” lain. Anda harus bisa menjadi rujukan yang lebih dipercaya, dan menimbulkan komitmen tanpa adanya rasa keterpaksaan. Disinilah dituntut kemampuan para murabi untuk senantiasa memiliki daya tarik tersendiri, untuk mengajak, dan akhirnya membimbing dalam program tarbiyah.
Si Alim hanya memiliki waktu beberapa menit saja di awalnya, saat si anak muda singgah berteduh. Namun waktu yang singkat ini mampu dimanfaatkan oleh si Alim untuk menimbulkan ketertarikan yang kuat pada si anak muda. Setelah ada ketertarikan awal, muncullah komitmen untuk senantiasa datang setiap kali ia berangkat dan pulang dari ahli sihir. Dengan demikian ada kesempatan yang lebih leluasa pada si Alim untuk melakukan tarbiyah kepada si anak muda, yang terjadi dalam waktu rutin dan terus menerus.
Jika pada titik awal pertemuan yang hanya singkat sang Alim tidak berhasil membuat ketertarikan pada anak muda, niscaya tarbiyah berikutnya tidak akan bisa terjadi. Anak muda tersebut dengan antusias mengikuti pelajaran-pelajaran si Alim, tanpa ada rasa keterpaksaan sama sekali. Jika ia datang kepada ahli sihir, semata-mata karena kewajiban yang diberikan Raja kepada dirinya. Namun ketika ia datang rutin ke rumah sang Alim, adalah sebuah pilihan sadar, yang ternyata membawa resiko.
Ia berani mengambil resiko keterlambatan di rumah ahli sihir maupun di rumah keluarganya, dan bahkan mendapatkan hukuman pukulan, namun tidak menyebabkan ia berhenti mengikuti pengajaran di rumah si Alim. Inilah komitmen yang sangat bagus, telah ditampakkan oleh si anak muda. Jika ia belajar kepada ahli sihir, ada tendensi bahwa nantinya akan menjadi tukang sihir kerajaan, yang dekat dengan raja. Namun saat belajar kepada si Alim, hanya komitmen yang membuat ia tetap bertahan, tanpa tendensi yang bersifat duniawi.
Kematian yang Diperhitungkan Dampaknya
Anda ingat akhir kisah tersebut? Ya, Ghulam, si anak muda ini memilih mati dengan cara yang indah. Kematiannya membawa dampak seluruh penduduk menjadi beriman kepada Allah, sehingga Raja marah dan membakar penduduk yang beriman ke dalam parit api. Inilah hasil tarbiyah, telah melahirkan kekuatan komitmen untuk memperjuangkan kebenaran walaupun sang Alim harus terbantai oleh Raja, dan si anak muda terbunuh oleh tangan Raja.
“Wahai Raja! Anda tidak akan dapat membunuh saya kecuali bila mengerjakan apa yang saya perintahkan …! Kumpulkan semua penduduk di suatu tempat, kemudian naikkan aku di atas papan kayu dan ambillah satu anak panah kepunyaan saya dari dalam busurnya. Bidiklah saya dengan tepat dengan mengucapkan: Dengan nama Allah, Tuhan anak muda ini. Dengan cara ini, anda dapat membunuh saya.”
Karena ingin segera membinasakan anak muda, Raja melakukan apa yang dikehendakinya. Setelah rakyat berkumpul dan anak muda ditempatkan di atas papan kayu, Raja mengucapkan, “Dengan nama Allah, Tuhan anak muda ini”, dipanahlah anak muda tepat di jantungnya hingga meninggal, syahid.
Tiba-tiba seluruh penduduk yang hadir terpekik mengucapkan, “Dengan nama Allah, Tuhan anak muda ini.”
Itulah kualitas anak muda pembawa kebenaran dalam kisah ashabul ukhdud. Ia syahid membela keyakinan iman, dan dengan kecerdasan yang dimiliki, ia mampu mengubah kematiannya menjadi momentum untuk memberikan peringatan kepada masyarakat, hingga akhirnya mereka beriman kepada Allah. Tentu saja, ini adalah hasil tarbiyah sang Alim kepada si anak muda.
Tetapi ingat, awalnya adalah sebuah ketertarikan……
Jika seseorang datang kepada anda, namun ia hanya memiliki waktu 10 menit untuk bertanya dan mendengar keterangan anda tentang tarbiyah, maka apakah yang akan anda sampaikan kepadanya sehingga ia akan tertarik dan pada akhirnya bersedia mengikuti kegiatan tarbiyah ? Inilah salah satu kunci sukses si Alim mentarbiyah si anak muda. Waktu berteduh yang hanya singkat, telah menghasilkan ketertarikan yang akhirnya berlanjut menjadi keterikatan dan komitmen.